Iklan Parlemen

terkini

Ketika Rohana, Rojali, dan Rohali Menyasar Pasar-Pasar di Aceh

Kamis, 28 Agustus 2025, 14.56 WIB Last Updated 2025-08-29T08:02:20Z

 

Firdaus M. Yunus 
(Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

Opini Fenomena Rohana (Rombongan hanya nanya), Rojali (Rombongan jarang beli), hingga Rohali (Rombongan hanya lihat-lihat) kerap kita dengar dalam obrolan sehari-hari. Istilah ini memang lahir dari kelakar, tetapi sesungguhnya mencerminkan realitas getir pasar-pasar di Aceh hari ini, bahkan di tempat-tempat lain di seluruh Indonesia. Sekarang pasar tidak lagi hanya menjadi ruang transaksi ekonomi, tetapi juga ruang simbolik yang penuh drama sosial.

Menggunakan perspektif postrealitas Jean Baudrillard, kita bisa melihat bahwa apa yang terjadi pada pasar-pasar di Aceh bukan sekadar realitas ekonomi murni, melainkan realitas semu yang dikonstruksi. Para pedagang menghadapi keramaian yang semu, lapak terlihat penuh, tetapi nilai transaksi tidak sepadan. Pembeli datang berombongan, banyak tanya, banyak mencoba, tetapi jarang membeli. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana tanda (sign) lebih dominan daripada substansi. Pasar tampak hidup, padahal aktivitas ekonomi sejatinya lesu.

Fenomena Rohana, Rojali, dan Rohali juga merefleksikan transformasi sosial di Aceh saat ini. Pasar bukan lagi semata ruang distribusi barang, tetapi menjadi panggung simbolik tempat orang menampilkan status, gaya, dan eksistensi. Harapan pedagang sering terjebak dalam ilusi keramaian; sementara pembeli lebih menikmati “jalan-jalan” ketimbang bertransaksi.

Pada titik ini, pasar-pasar di Aceh menjadi contoh kecil bagaimana realitas tergantikan oleh simulasi. Transaksi yang diharapkan menjadi “kenyataan” justeru digantikan oleh tanda-tanda semu: ramai tapi sepi, penuh tapi kosong, hidup tapi lesu.

Jika kondisi ini dibiarkan, maka kepercayaan sosial (trust) antara penjual dan pembeli perlahan luntur. Padahal kepercayaan merupakan modal sosial paling penting dalam membangun perekonomian rakyat. Oleh karena itu, pasar-pasar di Aceh butuh revitalisasi menyeluruh, bukan hanya dari sisi infrastruktur, tetapi juga dari sisi etika transaksi, keadilan harga, dan kebiasaan membeli secara nyata, bukan sekadar pura-pura hadir.

Fenomena Rohana, Rojali, dan Rohali mengingatkan kita bahwa pasar-pasar di seluruh Aceh hari ini sedang berada di persimpangan mati suri, apakah terus menjadi ruang postrealitas yang penuh ilusi, atau kembali ke realitas sejati sebagai pusat ekonomi yang didambakan oleh masyarakat di seluruh Aceh.


Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Ketika Rohana, Rojali, dan Rohali Menyasar Pasar-Pasar di Aceh

Terkini

Iklan Parlemen